Pengelolaan Kurikulum dalam MBS


Langkah ke arah mendesentralisasikan pendidikan tidak berhenti pada pemberian otonomi dalam pengelolaan pendidikan, melainkan juga pada saat yang sama juga disertai dengan pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah/MBS (School Based Management, SBM). MBS pada dasarnya merupakan langkah untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Alasan utamanya adalah bahwa sekolah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya, dan bahwa pada akhirnya seluruh upaya peningkatan mutu pendidikan berujung di tingkat sekolah.
 Dengan MBS, sekolah diberdayakan dan diberi tanggungjawab yang lebih besar dalam pengelolaan pendidikan di sekolah yang bersangkutan yang meliputi pemanfaatan sumberdaya pendidikan dan pengembangan strategi-strategi pencapaian mutu yang tinggi sesuai dengan kondisi setempat. Pusat dan instansi pengelola pendidikan di tingkat daerah lebih banyak berfungsi menetapkan rambu-rambu peraturan, tanpa terlalu jauh mencampuri tetek bengek urusan sekolah.
Di pihak lain, sekalipun urusan kurikulum tetap menjadi wewenang pusat-paling tidak untuk tahap awal-setiap daerah dituntut untuk juga mampu menjamin karakter ke-Indonesia-an pendidikan sambil mengakomodasi keunikan daerah dalam kurikulum. Pada perkembangan lebih lanjut, bisa terjadi kewenangan daerah dalam menentukan kurikulum yang terbaik bagi daerahnya juga akan semakin besar. Sementara pusat hanya menetapkan rambu-rambu kurikulum nasional yang bersifat umum.
MBS juga memiliki implikasi yang serupa berkaitan dengan muatan lokal. Kalaupun kurikulum pendidikan tetap seragam, dengan adanya MBS, maka implemetasi kurikulum akan banyak tergantung pada daya dukung yang ada di sekolah serta strategi yang dipilih oleh kepala sekolah untuk mencapai keutamaan mutu (excellence) dalam pendidikan. Dalam mengimplemetasikan kurikulum, bisa saja kepala sekolah mengambil "jalan lain" dari apa yang selama ini telah digariskan oleh pusat, misalnya dengan mengembangkan strategi mengajar yang dianggapnya lebih inovatif, mengontrak tenaga-tenaga ahli sebagai konsultan sekolah, memberikan pengayaan kepada siswa dengan menggunakan sumber-sumber yang "di luar" sumber-sumber resmi atau apapun yang dianggapnya baik demi sekolahnya. Dalam melaksanakan hal-hal tersebut, tindakan dan keputusan-keputusan kepala sekolah akan sangat diwarnai oeh kondisi-kondisi lokal sekolah atau daerahnya.1
1. Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 202-203.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar