Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam


Kurikulum secara harfiyah berasal dari bahasa Latin yaitu a little racecourse (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan ke dalam pengertian pendidikan menjadi circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya.  Dalam pengertian yang sempit, kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari peserta didik. Anggapan ini telah ada sejak zaman Yunani kuno dan masih sering dipakai hingga sekarang. Pandangan inipun hingga saat ini masih sering diungkapkan oleh para guru maupun orangtua peserta didik yang ketika ditanya tentang kurikulum, maka mereka kebanyakan akan menjawab dengan deretan pelajaran yang dipelajari anaknya di sekolah. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa ilmu itu harus diwariskan. Namun demikian kurikulum tidaklah hanya seperti anggapan di atas, karena dalam pengertian yang luas, kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan. Hal ini dapat dipahami bahwa kurikulum menurut pandangan yang baru adalah orientasi pada tujuan lembaga, sehingga tujuan daripada kurikulum merupakan tujuan dari lembaga tersebut.
Dalam bahasa Arab kata kurikulum lebih disamakan dengan istilah “manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Istilah ini nampaknya lebih luas bila dibandingkan dengan kurikulum tersebut di atas. Pengertian kurikulum banyak sekali dikemukakan oleh para ahli, di antaranya pendapat Muhaimin dan Abdul Mujib, yang mengatakan bahwa kurikulum adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik secara terperinci berupa bentuk bahan-bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa kurikulum adalah “Seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman peyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”
Kurikulum adalah salah satu komponen pendidikan yang sangat berarti dan harus dilibatkan, karena kurikulum merupakan jalan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Sedangkan kurikulum itu sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu.  Pada kurikulum 1975 waktu itu kurikulum terdiri dari lima komponen: tujuan, materi atau isi pendidikan, metode, sarana prasarana, dan evaluasi. Mengenai komponen-komponen yang terkandung dalam kurikulum disetiap sekolah dimungkinan dapat berbeda sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut. Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam mengatakan komponen kurikulum hanya terdiri dari empat komponen saja, yaitu: tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar dan evaluasi. Komponen  tujuan mengarahkan atau menunjukkkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses pembelajaran. Mula-mula tujuan ini bersifat global dan dalam operasinya tujuan umum tersebut dibagi kedalam tujuan yang bersifat spesifik yang dirumuskan dalam rencana pengajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran. Komponen isi menunjukkan materi proses pembelajaran tersebut. Materi tersebut harus relevan dengan tujuan yang telah dirumuskan tadi. Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru dalam proses pembelajaran. Adapun komponen keempat evaluasi adalah kegiatan kurikuler berupa penilaian untuk mengaetahui berapa persen tujuan tadi dapat dicapai.
Sedangkan istilah pendidikan adalah pengembangan pribadi (yang mencakup pengembangan oleh diri sendiri, oleh lingkungan, dan oleh orang lain atau guru) dalam semua aspeknya (yaitu jasmani, akal, dan hati). Sedangkan Islam itu sendiri adalah nama agama yang dibawa Nabi Muhammad saw yang di dalamnya berisi seperangkat ajaran kehidupan manusia dan jaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan Hadits serta akal.  Sehingga kurikulum pendidikan Islam dapat diartikan seperangkat rencana yang terperinci yang dijadikan pedoman tercapainya pengembangan pribadi oleh guru dalam semua aspeknya yang berdasarkan pada ajaran Nabi saw yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits serta akal.

1.       H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993),hal. 85
2.       Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal.182
3.       Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung: Rosda Karya, 1997), hal. 4
4.       Omar Muhammad al- Toumy al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1979), hal.478
5.       Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung:Trigenda Karya,1993), hal 185
6.       Ahmad Janan Asifudin, Mengungkit Pilar-Pilar Pendidikan Islam (Tinjauan Filosofis), (Yogyakarta: Suka-Press, 2009), hal. 94
7.       Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2005),  hal. 54-55
8.        Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Arti Penting Pendidikan Islam


Pendidikan adalah upaya manusia untuk “memanusiakan manusia”. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi di bandingkan dengan makhluk lainnya di sebabkan memiliki kemampuan berbahasa dan akal fikiran/rasio, sehingga manusia mampu megembangkan dirinya sebagai manusia yang berbudaya. Dan kemampuan untuk mengembangkan dirinya adalah dengan melalui interaksi dengan lingkungannya. Lebih jauh daripada itu pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemampuan/potensi individu sehingga bisa hidup optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu faktor yang sangat menunjang dalam proses pendidikan dan pengajaran adalah kurikulum, karena kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan arah, isi, peroses pendidikan dan tujuan pendidikan pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Pendidikan pada intinya adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Suatu tujuan pendidikan akan tercapai ketika tujuan pendidikan tersebut telah direncanakan atau diprogramkan dalam apa yang disebut dengan kurikulum. Menurut Mauritz Johnson sebagaimana dikutip oleh Nana Syaodih Sukmadinata di dalam bukunya, kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.1 Jadi kurikulum mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan. Dengan memahami kurikulum para pendidik dapat memilih dan menentukan tujuan pembelajaran, metode, teknik, media pengajaran dan alat evaluasi pegajaran yang tepat.
Pada dasarnya teori kurikulum secara rinci dan sistematik berasal dan berkembang dari ilmuwan barat. Sehingga kebanyakan dari lembaga pendidikan yang ada saat ini tak terkecuali pendidikan Islam banyak mengadopsi teori kurikulum dari barat tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan belum adanya pakar pendidikan dikalangan Islam yang belum menulis teori kurikulum secara rinci dan sistematik. Namun demikian kita harus pandai memilih teori kurikulum yang masih relevan yang kemudian kita kembangkan untuk digunakan untuk pendidikan Islam di zaman sekarang.
1.      Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Bandung: Rosda Karya, 1997), hal. 4

Program Pembelajaran MBS

Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum, baik kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler dan intruksional. Agar proses belajar-mengajar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan kegiatan manajemen program pengajaran. Manajemen atau administrasi pengajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan di bidang pengajaran yang bertujuan agar seluruh kegiatan pengajaran terlaksana secara efektif dan efisien.
            Manajer sekolah diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pengajaran serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer hendaknya tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit. Ia harus menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.1
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Dengan demikian kurikulum terutama isinya sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri, tetapi kurikulum ini cukup realistis.2
Dengan pengertian tersebut bisa berwujud mulai yang paling sederhana tentang bagaimana guru memberikan ilustrasi dalam proses belajar-mengajar yang bersumber dari lingkungan lokal, menyesuaikan materi ajaran dalam kurikulum nasional dengan kondisi lokal, mengintregasikan corak-corak lokal dalam penyelenggaraan manajemen pendidikan dan implementasi kurikulum, hingga mata pelajaran khusus muatan lokal.
Bila muatan lokal diartikan secara luas seperti dikemukakan itu, maka kebutuhan akan muatan lokal bukan hanya di tingkat pendidikan dasar, melainkan juga di tingkat yang lebih tinggi, yaitu SLTA dan bahkan Perguruan Tinggi. Di tingkat SLTA, kebutuhan agar hasil pendidikan relevan dengan kebutuhan pada dasarnya juga merupakan muatan lokal. Kita mengetahui bahwa anak di daerah yang berbeda memerlukan bekal kemampuan yang juga berbeda-beda sesuai dengan tuntutan daerahnya. Di SMK, jenis dan ragam keahlian vokasional dan standar kemampuan siswa diukur dari apa yang dituntut di daerahnya, karena mereka sejak awal diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga semi-profesional di daerah yang bersangkutan.3
1. Wewenang Kepala Sekolah
            Kepala sekolah merupakan seorang manager di sekolah. Ia harus bertanggungjawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat langkah yang harus dilakukan, yaitu :
  1. Menilai kesesuaian program yang ada dan kebutuhan murid,
  2. Meningkatkan Perencanaan program,
  3.  Memilih dan melaksanakan program, serta
  4. Menilai perubahan program.
Kepala sekolah juga memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam lembaga pendidikan. Sebagai contoh, dengan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) maka sekolah berhak menetapkan jenis penataran apa yang diperlukan oleh gurunya, buku-buku pelajaran mana yang sesuai dengan dengan keperluannya, bagaimana mengatasi kekurangan guru, dan banyak lagi. Dengan demikian Kepala sekolah memiliki power yang luas, oleh karena itu dituntut untuk lebih bermutu, berdedikasi, dan peka terhadap kebutuhan masyarakat dan sekolahnya.
Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinannya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Dalam hal ini, peningkatan produktifitas dan prestasi kerja dapat dilakukan dengan meningkatkan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia.
2. Wewenang Guru
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengejaran bersama dengan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran, wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru-guru adalah :
  1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, semakin operasional sebuah tujuan maka makin mudah terlihat dan tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.
  2. Program itu harus sederhana dan fleksibel.
  3. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
  4. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan jelas pencapaiannya.
  5. Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pembagian tugas guru, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran, pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas, pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan perbaikan pengajaran serta pengisian waktu kosong.
1.    E. Mulyasa, Manajemen Berbasis  Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. Keenam, 2004), hlm. 41
2.  Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. Kedelapan, 2006), hlm. 201. 
3.     Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 202-203.

Pengelolaan Kurikulum dalam MBS


Langkah ke arah mendesentralisasikan pendidikan tidak berhenti pada pemberian otonomi dalam pengelolaan pendidikan, melainkan juga pada saat yang sama juga disertai dengan pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah/MBS (School Based Management, SBM). MBS pada dasarnya merupakan langkah untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah. Alasan utamanya adalah bahwa sekolah yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi sekolahnya, dan bahwa pada akhirnya seluruh upaya peningkatan mutu pendidikan berujung di tingkat sekolah.
 Dengan MBS, sekolah diberdayakan dan diberi tanggungjawab yang lebih besar dalam pengelolaan pendidikan di sekolah yang bersangkutan yang meliputi pemanfaatan sumberdaya pendidikan dan pengembangan strategi-strategi pencapaian mutu yang tinggi sesuai dengan kondisi setempat. Pusat dan instansi pengelola pendidikan di tingkat daerah lebih banyak berfungsi menetapkan rambu-rambu peraturan, tanpa terlalu jauh mencampuri tetek bengek urusan sekolah.
Di pihak lain, sekalipun urusan kurikulum tetap menjadi wewenang pusat-paling tidak untuk tahap awal-setiap daerah dituntut untuk juga mampu menjamin karakter ke-Indonesia-an pendidikan sambil mengakomodasi keunikan daerah dalam kurikulum. Pada perkembangan lebih lanjut, bisa terjadi kewenangan daerah dalam menentukan kurikulum yang terbaik bagi daerahnya juga akan semakin besar. Sementara pusat hanya menetapkan rambu-rambu kurikulum nasional yang bersifat umum.
MBS juga memiliki implikasi yang serupa berkaitan dengan muatan lokal. Kalaupun kurikulum pendidikan tetap seragam, dengan adanya MBS, maka implemetasi kurikulum akan banyak tergantung pada daya dukung yang ada di sekolah serta strategi yang dipilih oleh kepala sekolah untuk mencapai keutamaan mutu (excellence) dalam pendidikan. Dalam mengimplemetasikan kurikulum, bisa saja kepala sekolah mengambil "jalan lain" dari apa yang selama ini telah digariskan oleh pusat, misalnya dengan mengembangkan strategi mengajar yang dianggapnya lebih inovatif, mengontrak tenaga-tenaga ahli sebagai konsultan sekolah, memberikan pengayaan kepada siswa dengan menggunakan sumber-sumber yang "di luar" sumber-sumber resmi atau apapun yang dianggapnya baik demi sekolahnya. Dalam melaksanakan hal-hal tersebut, tindakan dan keputusan-keputusan kepala sekolah akan sangat diwarnai oeh kondisi-kondisi lokal sekolah atau daerahnya.1
1. Dedi Supriyadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 202-203.